Selamatkan Nyawa dalam 4 Menit, IDI Latih Warga Perbatasan Jadi Penolong Pertama
NUNUKAN – Di tengah keterbatasan akses medis yang dihadapi masyarakat perbatasan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Nunukan mengambil langkah proaktif dengan melatih warga menjadi penolong pertama dalam situasi darurat medis.
Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan angka keselamatan jiwa di wilayah yang sulit dijangkau oleh layanan kesehatan yang cepat.
Kegiatan yang dikemas dalam Seminar Awam dan Workshop Kesehatan ini diselenggarakan di Gedung Aztrada, Sebatik Timur, pada Minggu (26/10), bertepatan dengan peringatan HUT ke-75 IDI. Inisiatif ini mendapat sambutan hangat dari berbagai kalangan masyarakat.
Ketua IDI Nunukan, dr. Sholeh Rauf, menekankan pentingnya pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) seperti penanganan henti napas dan henti jantung, terutama di daerah terpencil.
“Kita ingin warga tidak lagi panik saat menghadapi situasi darurat. Empat menit pertama sangat menentukan hidup dan mati seseorang,” ujarnya.
Berbeda dengan seminar kesehatan pada umumnya, kegiatan ini memberikan pengalaman praktik langsung kepada peserta. Mereka diajarkan cara melakukan kompresi dada, membuka jalan napas, dan memberikan bantuan pernapasan menggunakan manekin medis. Ratusan peserta yang terdiri dari ASN, anggota TNI/Polri, guru, dan masyarakat umum tampak antusias mengikuti pelatihan ini.
Plt Sekda Nunukan, Ir. Jabbar, membuka langsung acara tersebut dan memberikan apresiasi atas inisiatif IDI. Menurutnya, program ini sangat relevan sebagai bentuk literasi keselamatan bagi masyarakat perbatasan.
“Di sini sering terjadi kasus darurat medis, tetapi korban seringkali kehilangan nyawa karena tidak ada yang tahu apa yang harus dilakukan. Program ini sangat membantu,” kata Jabbar.
Pelatihan ini juga menghadirkan dr. Fadzly dari Medical Center Tawau, Malaysia, yang menekankan pentingnya peran masyarakat dalam rantai penyelamatan. “Dokter datang belakangan, tetapi penyelamatan dimulai dari masyarakat,” tegasnya.
IDI Nunukan berencana untuk memperluas pelatihan ini hingga tingkat kelurahan dan desa, dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat seperti guru, pemuda, aparat desa, serta komunitas keagamaan. Selain itu, IDI juga mulai memperkenalkan alat AED (Automated External Defibrillator) di fasilitas umum.
“Kami ingin membangun budaya tanggap darurat. Di perbatasan, setiap orang harus siap menjadi penyelamat,” pungkas dr. Sholeh Rauf, menegaskan komitmen IDI dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi kondisi darurat medis.
Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan masyarakat Nunukan, khususnya di wilayah perbatasan, dapat lebih siap dan sigap dalam memberikan pertolongan pertama, sehingga dapat menekan angka kematian akibat keterlambatan penanganan medis. (adv)